Gandroeng Van Banjoewangi yang di tulis oleh John Scholte adalah satu-satunya literatur yang agak jelas menulis tentang sejarah seni-budaya Banyuwangi. Dalam tulisan yang diterbitkan sekitar tahun 1927 itu, ada bagian yang mengungkap tentang kronologi tampilnya Semi sebagai penari gandrung wanita pertama di Banyuwangi. Itu terjadi sekitar tahun 1895, setelah Semi sembuh dari sakitnya yang parah.

Gandrung Semi (doc.Istimewa)
Sebelum tampil sebagai penari gandrung profesional, Semi adalah seorang penari seblang di Desa Bakungan. Konon, ia jadi penari Seblang itu karena nadzar dari ibundanya, Raminah. Dan tampilnya Semi sebagai seorang penari gandrung wanita pertama, sekaligus merupakan akhir dari era gandrung lanang, dengan penari terakhirnya bernama Marsan.
Gandrung Marsan, adalah penari Gandrung paling terkenal pada masanya. Sama seprti para penari ‘Gandrung Lanang’ sebelumnya, dengan iringan alat-alat musik tradisional yang dimainkan para ‘Panjak’ seperti; Gendang, Kenong, Terbang (Rebana) Gong dan Biola, Gandrung Marsan juga mempertunjukkan tarian Gandrung dengan berkeliling ke desa-desa dan mendapat imbalan berupa beras.

gandrung marsan, kampung seni kuwung wetan
Menurut Sejarawan (Alm) Hasan Ali serta beberapa sejarawan dan Budayawan Banyuwangi lainnya, kesenian Gandrung pernah digunakan sebagai salah satu alat perjuangan. Penari Gandrung, merupakan agen atau mata-mata para pejuang saat melawan penjajahan Belanda di Bumi Blambangan. Melalui informasi yang diperoleh para penari Gandrung saat berkeliling ke desa-desa itulah, para pejuang dapat mengetahui posisi serta kekuatan tentara penjajah.
Kesenian tradisional dengan sejarah panjangnya itu kini memiliki peran dan fungsi berbeda. Semenjak ditetapkan sebagai ikon pariwisata Banyuwangi, kesenian Gandrung semakin memiliki posisi penting dalam dinamika pembangunan Kabupaten Banyuwangi. (Baca; Gandrung Sewu).

Festival Gandrung Sewu
Untuk mengenang dan mengabadikan sejarah perjalanan Gandrung, khususnya saat pergeseran peran dari Gandrung Lanang (Marsan) kepada Gandrung Wanita (Semi), beberapa koreografer Banyuwangi telah menuangkannya dalam karya tari. Salah satunya adalah Dwi Agus Cahyono, pendiri Sanggar; ‘Umah Seni Kuwung Wetan’ di Desa Rejoagung, Kecamatan Srono. Saat ini, karya tari Dwi Agus Cahyono yang juga diberi judul; Gandrung Marsan ini mulai sering ditampilkan sebagai ‘atraksi wisata’ kepada para wisatawan yang mampir di sanggarnya. Nonton yuk…!! (b)